Senin, 23 Januari 2012

Mubtada Dari Mudof Ilaih

مبتدأ من مضاف اليه
MUBTADA DARI MUDOF ILAIH

Dalam bahasa Arab ada dua macam jumlah atau kalimat (dalam bahasa Indonesia), yaitu ; jumlah ismiyah (kalimat nominal) dan jumlah fi’liyah (kalimat verbal). Jumlah ismiyah adalah jumlah yang disusun dari dua unsur, yaitu ; مبتدأ Mubtada (pokok kalimat) dan khobar (keterangan). Sedangkan jumlah fi’liyah adalah jumlah yang disusun dari dua unsur, yaitu ; fi’il (kata kerja) dan fa’il (pelaku/subjek).
Pada bagian ini akan dibahas tentang مبتدأ mubtada dari مضاف اليه mudoh ilaih. Sebelumnya kita bahas terlebih dahulu “apa itu مبتدأ mubtada” dan “apa itu مضاف اليه mudoh ilaih”.
1. مبتدأ Mubtada. مبتدأ Mubtada adalah salah satu unsur dalam suatu jumlah ismiyah yang berfungsi sebagai pokok kalimat dan letaknya wajib/selalu di awal jumlah. Mubtada dibentuk dari isim (kata benda) yang benda tersebut sifatnya harus ma’rifah (tentu/jelas). Isim ma’rifah diantaranya ; dhomir, isim alam, isim isyaroh, isim yang diberi alif dan lam didepanya dan susunan Idofah.
Contoh :
البيت كبير
Rumah itu besar = albaitu (mubtada) kabiirun (khobar)
انا تلميذ
Saya seorang pelajar = ana (mubtada) tilmiidzun (khobar)
2. Idofah. Dalam bahasa Indonesia disebut juga kata majemuk. Adalah suatu ungkapan yang terdiri dari dua kata yang kedua-duanya adalah isim (kata benda), yang pertama disebut مضاف mudof, yang kedua disebut مضاف اليه mudof ilaih dan memiliki satu pengertian (arti).
a. مضافMudof adalah isim yang disandarkan kepada isim sesudahnya/didepannya, yang sifatnya menjadi ma’rifah atau tertentu/khusus karena hubungan ini, sifatnya ma’rifah. Artinya harokatnya bertanwin dan pada waktu diidofahkan maka tanwinnya harus dibuang, jika bentuknya mufrod. Dan jika mustanna atau jamak mudzakar salim maka ن (nun) nya harus dibuang.
b. مضاف اليه Mudof ilaih adalah isim yang terletak sesudah مضاف mudof, yang letaknya wajib majrur atau berbaris kasroh dengan bunyi (i) atau (in).
Contoh :
مسجد المدرسة
Masjid sekolah = masjidul (mudof) madrosati (mudof ilaih)
سورة الفاتحة
Surat alfatihah = suuratul (mudof) faatihati (mudof ilaih)
3. مبتدأ Mubtada dari مضاف اليه mudof ilaih adalah مضافmudof/ مضاف اليه mudof ilaih yang berkedudukan/berfungsi sebagai pokok kalimat pada jumlah ismiyah.
Contoh :
سيارة الأستاذ جميلة
Mobil guru itu bagus = Sayyaaratul ustaadzi (mubtada mudof ilah) jamiilatun (khobar)
كتاب علي جديد
Buku Ali baru = Kitaabu Aliyin (mubtada mudof ilah) jadiidun (khobar)
كتاب فاطمة جديدة
Buku Fatimah baru = Kitaabu Fatimata (mubtada mudof ilah) jadiidatun (khobar)
مسطرة أستاذ جديدة
Penggaris guru baru = Mistharatu ustaadin (mubtada mudof ilah) jadiidatun (khobar)
دراجة استاذ في الفناء
Sepeda guru di halaman = Darraajatu ustadzin (mubtada mudof ilah) fil finaa i (khobar)
Serka Rahmat Iin Suryana, KIB Arab ‘08

Empat Sifat Nabi dan Rosul

 

            Para Nabi dan Rasul memiliki empat sifat wajib dan empat sifat mustahil, serta satu sifat jaiz.(Khususnya Nabi Muhammad SAW.)

1. Shiddiq artinya benar, mustahil ia kizibatau dusta. Artinya nabi dan rasul bersiafat benar, baik dalam tutur kata maupun perbuatannya, yakni sesuai dengan ajaran Allah SWT. “Dan Kami menganugrahkan kepada mereka sebagian rahmat Kami, dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi mulia.” (QS. Maryam : 50).

2. Amanah (dapat dipercaya), mustahil khianat (curang). Artinya, para nabi dan rasul itu bersifat jujur dalam menerima ajaran Allah SWT, serta memelihara keutuhannya dan menyampaikannya kepada umat manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Mustahil mereka menyelewengkan atau berbuat curang atas ajaran Allah SWT.

3. Tabligh (menyampaikan wahyu kepada umatnya), mustahil kitman (menyembunyikan wahyu). Artinya para nabi dan rasul itu pasti menyampaikan seluruh ajaran Allah SWT sekalipun mengakibatkan jiwanya terancam. “Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Alkitab dan orang-orang yang ummi (buta huruf), sudahkah kamu masuk Islam? Jika mereka telah masuk Islam niscaya mereka mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah SWT). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imron : 20).

4. Fathonah (cerdas), mustahil jahlun (bodoh). Artinya para nabi dan rasul itu bijaksana dalam semua sikap, perkataan dan perbuatannya atas dasar kecerdasannya. Dengan demikian mustahil mereka dapat dipengaruhi oleh orang lain.
Satu sifat jaiz para nabi dan rasul, yaitu arodhul basyariyah, artinya mereka juga memiliki sifat-sifat sebagaimana manusia pada umumnya seperti makan, minum, tidur, sakit dan lain sebagainya.

Mudah- Mudahan kita sebagai Umatnya Beliau ( Nabi Muhammad SAW) Kita bisa mengambil 'itibar / contoh dari sifat- sifat tersebut . Amiin


Minggu, 15 Januari 2012

Ulumul Qur'an


1. Latar Belakang
Dalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai Ulumul Qur’an dan faedah-faedahnya.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِين
Artinya  :   Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).
Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pengertian
  1. Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih memahami pengertian ilmu secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :
  • Menurut para ahli filsafat, kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.
  • Menurut Abu Musa Al-Asy’ari, ilmu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca indranya.
  • Menurut Imam Ghazali, secara umum arti ilmu dalam istilah syara’ adalah ma’rifat Allah terhadap tanda-tanda kekuasaan, perbuatan, hamba-hamba dan makhluk-Nya.
  • Menurut Muhammad Abdul ‘Adzhim, ilmu menurut istilah adalah ma’lumat-ma’lumat yang dirumuskan dalam satu kesatuan judul atau tujuan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “ulum / ilmu” adalah masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran.




  1. Arti Kata Al-Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madli “qoro’a” yang artinya membaca.
Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah. Untuk lebih memahami pengertian Al-Qur’an secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :
  • Menurut Manna’ Al-Qathkan, Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membaca akan memperoleh pahala.
  • Menurut Al-Jurjani, Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur).
  • Menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa Arab, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, lafadz-lafadznya mengandung mu’jizat, membacanya bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat yaitu An-Nas.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang dinukil kepada kita secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
  1. Arti Kata Ulumul Qur’an
Setelah membahas kata “ulum” dan “Al-Qur’an” yang terdapat dalam kalimat “Ulumul Qur’an”, perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an atau pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
3. Pendapat Para Ulama’
  1. Definisi Ulumul Qur’an
Secara terminologi terdapat berbagai pendapat para ulama’ terhadap definisi Ulumul Qur’an, antara lain :
  • Menurut As-Suyuthi dalam kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adab makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun hukum-hukumnya.
  • Al-Zarqany dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumil Qur’an mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.
  1. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’an
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an, diantaranya adalah :
  • As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu.
  • Abu Bakar Ibnu Al-Araby mengatakan bahwa Ulumul Qur’an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan pada jumlah kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Qur’an mengandung makna dzhohir, bathin, terbatas dan tidak terbatas, serta dilihat dari sudut mufrodnya.
  • Sebagian jumhur ulama’ berpendapat, objek pembahasan Ulumul Qur’an yang mencakup berbagai segi kitab Al-Qur’an berkisar antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan pengetahuan agama islam.
  • M. Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat, ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas 6 hal pokok :
  1. Persoalan turunnya Al-Qur’an
  2. Persoalan sanadnya
  3. Persoalan qira’atnya
  4. Persoalan kata-kata Al-Qur’an
  5. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
  6. Persoalan makan Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur’an
4. Pembagian dan Perincian Ulumul Qur’an
Secara garis besar, Ulumul Qur’an terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu :
  1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
  2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali pada beberapa pokok pembahasan saja, seperti :
  1. Nuzul
Pembahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukkan tempat dan waktu turunnya ayat AlQur’an, misalnya : Makkiyah, Madaniyah, Hadhariyah, Safariyah, Nahariyah, Lailiyah, Syita’iyah, Shaifiyah, Firasyiyah dan meliputi hal-hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.
  1. Sanad
Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut dengan sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at Nabi, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
  1. Ada’ Al-Qira’ah
Pembahasan ini menyangkut tentang Waqaf, Ibtida’, Imalah, Mad, Takhfif hamzah dan Idghom.
  1. Lafadz
Pembahasan ini menyangkut tentang Gharib, Mu’rab, Majaz, Musytarak, Muradif, Isti’arah dan Tasybih.
  1. Makna
    1. Pemabahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna ‘Amm dan tetap dalam keumumannya, ‘Amm yang dimaksudkan khusus, ‘Amm yang dikhususkan oleh sunnah, Nash, Dzhahir, Mujmal, Mufashal, Manthuq, Mafhum, Mutlaq, Muqayyad, Muhkam, Mutasyabih, Musykil, Nasikh Mansukh, Muqaddam, Mu’akhar, Ma’mul pada waktu tertentu dan Ma’mul oleh seorang saja.
    2. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu Fashl, Washl, Ijaz, Ithnab, Musawah dan Qashar.
5. Contoh-contoh Ayat Ulumul Qur’an
  1. Ayat yang menunjukkan tentang waktu turunnya Al-Qur’an :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya  : “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda.” (Q.S. Al-Baqarah : 185)
  1. Ayat yang menunjukkan tentang hukum khamr :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Artinya  : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Q.S. Al-Baqarah : 219)
  1. Ayat yang menjelaskan tentang qira’ah ahad :
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ
Artinya  : “Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu yang menyedapkan pandangan mata.” (Q.S. As-Sajdah : 17)
  1. Ayat yang menjelaskan tentang mujmal :
أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ
Artinya  : “Atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah.” (Q.S. Al-Baqarah : 237)
  1. Ayat yang menunjukkan tentang ‘amm :
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
Artinya  : “Demi masa_ Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.” (Q.S. Al-’Asr : 1-2)
  1. Ayat tentang perumpamaan orang-orang musyrik :
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya  : “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (Q.S. Al-Ankabut: 41)

6. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melaui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamannya.
Di masa Rasul SAW dan para shahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para shahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafaur Rasyidin sampai Dinasti Umayyah, wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembaruan antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran shahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan asli Al-Qur’an yang disebut dengan Mushaf Imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar Ulumul Qur’an disebut Al-Rasm Al-Utsmani.
Kemudian Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama’ memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum al-qur’aniyyah. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama’ masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli tafsir (Qur’an) masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
7.Faedah-faedah Ulumul Qur’an
Adapun faedah-faedah mempelajari Ulumul Qur’an antara lain :
  • Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
  • Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap dalam rangka membela Al-Qur’an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang muncul dari pihak lain.
  • Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah dalam mengartikan Al-Qur’an dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
  • Membentuk kepribadian muslim yang seimbang.
  • Menanamkan iman yang kuat
  • Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan sumber-sumber kebaikan yang ada di dunia.
  • Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.
  • Membentuk masyarakat muslim yang betul-betul Qur’ani.
  • Membimbing umat dalam memerangi kejahiliyahan.
8.Tokoh-tokoh Ahli Tafsir
  • Syu’bah Ibn Al-Hajjaj
  • Sufyan Ibn Uyaynah
  • Wali Ibn Al-Jarrah
  • Ibn Jarir At-Thabari
  • Jalaluddin Al-Bulqini
  • Jalaluddin As-Suyuthi
  • Abdullah Ibn Abbas
  • Mujahid Ibn Jabr
  • At-Thobari
  • Ibnu Katsir
  • Fakhruddin Ar-Rozi
BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara terminologi, Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia.
 Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan penulis dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dewan guru yang telah membimbing kami dan para siswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.






DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid Ramli, Drs.2002.Ulumul Qur’an. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Abdul, Halim M.1999. Memahami Al-Qur’an. Bandung : Marja’
Anwar, Rosihan.2006.Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
Nata, Abuddin.1992.Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Shaleh, K.H.1992. Asbabun Nuzul. Bandung : C.V Diponegoro
Zuhdi, Masfuk.1997. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Karya Abditama