![]() |
Sirah Nabawiyah(5),Menyendiri Di Gua Hira’
Ikhtila’ (Menyendiri) Di Gua Hira’
Mendekati usia empat puluh tahun, mulailah tumbuh pada diri Nabi saw
kecenderungan untuk melakukan ‘uzlah. Allah menumbuhkan pada dirinya
rasa senang untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di gua Hira’ (Hira’
adalah nama sebuah gunung yang terletak di sebelah barat laut kota
Mekkah). Ia menyendiri dan beribadah di gua tersebut selama beberapa
malam. Kadang sampai sepuluh malam, kadang lebih dari itu, sampai satu
bulan. Kemudian beliau kembali ke rumahnya sejenak hanya untuk
mengambil bekal baru untuk melanjutkan Ikhtila’-nya di gua Hira’.
Demikianlah Nabi saw terus melakukannya sampai turun wahyu kepadanya
ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a. menceritakan cara permulaan wahyu, ia berkata :
“Wahyu pertama diterima oleh Rasulullah saw dimulai dengan suatu
mimpi yang benar. Dalam mimpi itu beliau melihat cahaya terang laksana
fajar menyingsing di pagi hari. Kemudian beliau digemarkan (oleh Allah)
untuk melakukan khalwah (‘uzlah). Beliau melakukan khalwah di gua
Hira’ melakukan ibadah selama beberapa malam, kemudian pulang kepada
keluarganya (Khadijah) untuk mengambil bekal. Demikianlah berulang kali
hingga suatu saat beliau dikejutkan dengan datangnya kebenaran di dalam
gua Hira’.
Pada suatu hari datanglah Malaikat lalu berkata;“Bacalah“.
Beliau menjawab, “Aku tidak dapat membaca.“
Rasulullah saw menceritakan lebih lanjut;
“Malaikat itu lalu mendekati aku dan memelukku sehingga aku merasa lemah sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi; “Bacalah“
Aku menjawab; “Aku tidak dapat membaca“ .
Ia mendekati aku lagi dan mendekapku, sehingga aku merasa tidak berdaya sama sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi; “Bacalah“
Aku menjawab; “Aku tidak dapat membaca.“
Untuk yang ketiga kalinya ia mendekati aku dan memelukku hingga aku merasa lemas, kemudian aku dilepaskan.
Selanjutnya ia berkata lagi; “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang telah
menciptakan .. menciptakan manusia dari segumpal darah…“ dan
seterusnya.
Siti Khadijah menjawab :”Tidak! Bergembiralah! Demi Allah
sesungguhnya tidak akan membuat anda kecewa. Anda seorang yang suka
menyambung tali keluarga, selalu menolong orang yang susah, menghormati
tamu dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran.”
Rasulullah saw segera pulang daam keadaan gemetar sekujur badannya menemui Khadijah lalu berkata; “Selimutilah aku … selimutilah aku ..“ Kemudian beliau diselimuti hingga hilang rasa takutnya.
Setelah itu beliau berkata kepada Khadijah; “Hai Khadijah, tahukah engkau mengapa aku tadi begitu?“ Lalu beliau menceritakan apa yang baru dialaminya.
Selanjutnya beliau berkata: “Aku sesungguhnya khawatir terhadap diriku (dari gangguan makhluk jin).”
Beberapa saat kemudian Khadijah mengajak Rasulullah saw pergi
menemui Waraqah bin Naufal, salah seroang anak paman Siti Khadijah. Di
masa jahiliyah ia memeluk agama Nasrani. Ia dapat menulis huruf Ibrani,
bahkan pernah menulis bagian-bagian dari Injil dalam bahasa Ibrani. Ia
seorang yang sudah lanjut usia dan telah kehilangan penghilatannya.
Kepadanya Khadijah berkata :
“Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang hendak dikatakan oleh anak- lelaki saudaramu (yakni Muhammad saw)“.
Waraqah bertanya kepada Muhammad saw; “Hai anak saudaraku, ada apakah gerangan ?“
Rasulullah saw , kemudian menceritakan apa yang dilihat dan dialami di dalam gua Hira’.
Setelah mendengar keterangan Rasulullah saw Waraqah berkata: “Itu
adalah Malaikat yang pernah diutus Allah kepada Musa. Alangkah
bahagianya seandainya aku masih muda perkasa! Alangkah gembiranya
seandainya aku masih hidup tatkala kamu diusir oleh kaummu!”
Rasulullah saw bertanya; “Apakah mereka akan mengusir aku?“
Waraqah menjawab, “Ya. Tak seorangpun yang datang membawa seperti
yang kamu bawa kecuali akan diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup
dan mengalami hari yang kaan kamu hadapi itu, psti kamu kubantu sekuat
tenagaku.“ Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia, dan untuk
beberapa waktu lamanya Rasulullah saw tidak menerima wahyu.
Terjadi perselisihan tentang berapa lama wahyu tersebut terhenti.
Ada yang mengatakan tiga tahun, dan ada pula yang mengatakan kurang
dari itu. Pendapat yang lebih kuat ialah apa yang diriwayatkan oleh
Baihaqi, bahwa masa terhentinya wahyu tersebut selama enam bulan.
Tentang kedatangan Jibril yang kedua, Baihaqi meriwayatkan sebuah
riwayat dariJjabir bin Abdillah, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah
saw berbicara tentang terhentinya wahyu.
Beliau berkata kepadaku: “Di saat aku sedang berjalan,
tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Ketika kepala kuangkat ,
ternyata Malaikat yang datang kepadaku di gua Hira’, kulihat sedang
duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku segera pulang menemui
istriku dan kukakatan kepadanya, “ Selimutilah aku, selimutilah aku
….selimutilah aku ….! Sehubungan dengan itu Allah kemudian
berfirman : “Hai orang yang berselimut, bangunlah dan beri peringatan.
Agungkanlah Rabb-mu , sucikanlah pakaianmu, dan jauhilah perbuatan dosa
….“ (Al-Muddatsir)
Sejak itu wahyu mulai diturunkan secara kontinyu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar